Menghadapi pendemo adalah tugas yang kerap ia jalani selama menjadi anggota Satpam. Namun ia menikmati pekerjaan itu sebab tugas bagian dari sebuah tanggungjawab.

KSATRIA–Jeni Kurnia kelahiran Tasikmalaya, 3 November 1984 ini menjadi anggota sekuriti tahun 2002, namun baru bergabung sebagai anggota satuan pengamanan di PT Bravo Satria Perkasa (BSP) pada tahun 2008. Sebagai seorang sekuriti ia memahami tugas pokoknya adalah menyelenggarakan pengamanan terhadap harta benda serta jiwa di ruang lingkup wilayahnya.

Tasikmalayan dulunya dikenal sebagai kota santri, namun sekarang lebih dikenal sebagai kota LSM. Hal ini membuat Jeni kerap menghadapi masa dari LSM yang melakukan aksi pengerusakan di kantor FIF Tasikmalaya. Kejadianya pada tahun 2013 silam, dimana kontor FIF Tasimkalaya pernah didatangi sekitar 200 orang. Masa demo ini awalnya datang dengan konvoi mengendarai sepeda motor sambil berteriak-teriak dan membunyikan suara motornya.

Sesampainya di depan kantor masa langsung menyerbu dan merusak harta benda, tanaman dan motor milik nasabah yang sedang melakukan pembayaran. Mereka beralasan selama ini telah menjadi korban kebijakan FIF dan tidak senang dengan keberadaan perusahaan leasing di Tasikmalaya. Jeni yang bertugas saat itu berusaha menenangkan diri jangan sampai terpancing emosi.  Secara jumlah, anggota sekuriti FIF lebih sedikit dibanding masa yang berdemo.

Untuk mencegah aksi kekerasan, upaya preventif dan preentif pun dilakukan mulai dari berkoordinasi dengan seluruh anggota sekuriti yang berjaga dan meminta bantuan yang berwajib. Selain ada yang menemui pendemo juga harus ada sekuriti yang masuk ke kantor untuk mengamankan jiwa dan harta benda serta menjamin dan mengendalikan keamanan di dalam. “Usahakan mengendalikan dengan 5 S yaitu senyum, salam, sapa, sopan, santun,” ujar bapak satu anak ini.

Menurut Jeni, ketika menghadapi masa demo, satpam harus bisa menyambutnya dengan senyuman lalu menyampaikan salam dan kalau bisa berjabat tangan. Kemudian menyimak dan memperhatikan apa yang disampaikan lalu mempelajari akar persoalannya.

“Dalam melontarkan pertanyaan, anggota satpam harus benar-benar teliti jangan sampai menyinggung perasaan mereka,” paparnya.

Ketika situasi sudah mereda, satpam bisa meminta perwakilan dua orang yaitu orang yang bersangkutan langsung dan aktor intelektualnya. Mereka bisa diarahkan ke pihak yang tepat dengan pengawalan efektif yaitu  mengambil posisi berdiri di antara FIF dan pihak penuntut bukan di belakangnya. “Hal ini untuk mengantisipasi adanya pergerakan agresif dari pendemo,” paparnya.

Ketika masa terus memaksa masuk sementara tidak ada surat izin, sekuriti harus berkordinasi dengan pihak berwajib. Bahasa yang disampaikan misalnya “Mohon izin komandan, sekuriti FIF melaporkan bahwa saat ini ada kejadian masa mendatangi kantor FIF. Sebagai antisipasi mohon patroli ke sini,” ujarnya.

Dengan penanganan dan koordinasi yang tepat, sekuriti bisa mengendalikan pengamanan dalam situasai apapun. Disini sekuriti tidak hanya berperan sebagai  penyelenggara pengamanan terhadap harta benda serta jiwa di ruang lingkup wilayahnya, tapi juga sebagai mediator yang baik antara masa dan perusahaan.

Jeni sadar bahwa bekerja di bidang pengamanan tidak luput dari tindak kekerasan secara fisik. Oleh karena itu usaha pengamanan ini tidak luput dari doa dan ilmu beladiri yang diperlukan untuk melancarkan tugas di lapangan. Kemampuan ini sering membantu Jeni ketika mengalami penyerangan ketika sedang jaga malam, ada masa berboncengan motor mendatangi kantor FIF menanyakan data nasabah. “Terjadilah pemukulan dengan benda tumpul namun tidak ada sedikit pun yang melukai tubuh saya,” paparnya.

Ia memang dari keluarga penerus padepokan Cimande dan Cikalong Tasikmalaya. Menurutnya, tugas pokok sekuriti adalah menyelenggarakan pengamanan terhadap harta benda serta jiwa di lingkungan kerja atau ruang lingkup tugasnya. Tergantung sekuriti ini ditempatkan di mana. “Maka teori dan pengalaman harus dipadukan menjadi bentuk pengamanan yang  memadai,” tandasnya. [AM]

Share This: